وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه – أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ: «خَرَجَ سُلَيْمَانُ عَلَيْهِ السَّلَامُ يَسْتَسْقِي، فَرَأَى نَمْلَةً مُسْتَلْقِيَةً عَلَى ظَهْرِهَا رَافِعَةً قَوَائِمَهَا إِلَى السَّمَاءِ تَقُولُ: اللَّهُمَّ إِنَّا خَلْقٌ مِنْ خَلْقِكَ، لَيْسَ بِنَا غِنًى عَنْ سُقْيَاكَ، فَقَالَ: ارْجِعُوا لَقَدْ سُقِيتُمْ بِدَعْوَةِ غَيْرِكُمْ» رَوَاهُ أَحْمَدُ، وَصَحَّحَهُ الْحَاكِمُ
“Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Saw. bersabda: ‘Nabi Sulaiman As. keluar untuk meminta hujan. Lalu beliau melihat seekor semut sedang berbaring pada punggungnya, mengangkat kedua kakinya ke langit sambil berdoa: “Ya Allah, kami hanyalah makhluk dari makhluk-makhluk-Mu, kami tidak bisa lepas dari (kebutuhan) akan hujan-Mu.” Maka Nabi Sulaiman berkata: “Kembalilah kalian, sungguh kalian telah diberi hujan dengan doa selain kalian.”’ (HR. Ahmad, dan dinyatakan sahih oleh al-Hakim)
Selain hikmah-hikmah fikih yang dapat dipetik dari hadis tersebut, terdapat pula pelajaran penting bahwa seluruh alam semesta memiliki keterhubungan yang erat. Sebagaimana manusia yang terzalimi akan menuntut keadilan dan doa mereka kepada Allah akan dikabulkan, demikian pula makhluk Allah lainnya—flora maupun fauna.
Kerusakan habitat dan ekosistem akibat ulah manusia yang rakus dapat menjadikan makhluk-makhluk itu sebagai pihak yang terzalimi. Mereka kehilangan tempat hidup, sumber makanan, dan ruang untuk berkembang biak. Tentu saja, sebagai makhluk Allah, mereka pun “memohon” kepada-Nya agar manusia disadarkan dan diberi petunjuk: “Ya Allah, sadarkanlah manusia yang merusak tempat tinggal kami; berikanlah mereka hidayah dan bimbingan.”
Pada akhirnya, manusia akan tersadar—selama hati mereka tidak mengeras—ketika mereka mulai merasakan sendiri dampak buruk dari kerusakan yang mereka perbuat.
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (Ar-Rūm [30]:41)
Di tengah luasnya semesta, masih banyak hal yang tidak diketahui manusia. Manusia bukan satu-satunya makhluk di alam ini, dan bukan pula makhluk yang berhak menguasai seluruhnya. Untuk mewujudkan “surga” kehidupan—yang penuh kedamaian, keadilan, ketenteraman, dan keselamatan—manusia harus bersinergi, tidak hanya dengan sesamanya, tetapi juga dengan alam semesta.
Manusia perlu menyadari bahwa semesta pun “berkomunikasi” dengan manusia melalui tanda-tanda, keseimbangan, dan hukum-hukum yang ditetapkan Allah. Di sinilah Islam dengan kesempurnaan ajarannya hadir memberikan kabar dan bimbingan, bahwa alam semesta adalah bagian dari kehidupan manusia dan hidup berdampingan dengannya.
تُسَبِّحُ لَهُ السَّمٰوٰتُ السَّبْعُ وَالْاَرْضُ وَمَنْ فِيْهِنَّۗ وَاِنْ مِّنْ شَيْءٍ اِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهٖ وَلٰكِنْ لَّا تَفْقَهُوْنَ تَسْبِيْحَهُمْۗ اِنَّهٗ كَانَ حَلِيْمًا غَفُوْرًا
Langit yang tujuh, bumi, dan semua yang ada di dalamnya senantiasa bertasbih kepada Allah. Tidak ada sesuatu pun, kecuali senantiasa bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (Al-Isrā’ [17]:44)
Penutup
Sebagai penutup, berikut ini penulis kutip uraian Sayyid Quthb dalam tafsirnya, Fi Zhilal al-Qur’an, yang berbicara tentang keserasian alam semesta dan kehidupan manusia:
وعشت – في ظلال القرآن – أحس التناسق الجميل بين حركة الإنسان كما يريدها اللّه ، وحركة هذا الكون الذي أبدعه اللّه . . ثم انظر . . فأرى التخبط الذي تعانيه البشرية في انحرافها عن السنن الكونية ، والتصادم بين التعاليم الفاسدة الشريرة التي تملى عليها وبين فطرتها التي فطرها اللّه عليها. اه
“Aku telah hidup—di bawah naungan Al-Qur’an—merasakan keindahan keserasian antara gerak manusia sebagaimana yang dikehendaki Allah, dan gerak alam semesta yang telah diciptakan-Nya dengan indah. Lalu aku melihat… maka tampak bagiku kesesatan yang diderita umat manusia ketika mereka menyimpang dari sunnatullah di alam, serta pertentangan antara ajaran-ajaran rusak dan jahat yang dipaksakan kepada mereka dengan fitrah yang telah Allah ciptakan pada diri mereka..”

