Eksklusivitas Islam: Harmoni, Hidayah dan Kebenaran Tunggal

Redaksi
Sabtu, Juni 21, 2025 | Sabtu, Juni 21, 2025 WIB Last Updated 2025-06-20T19:38:48Z
Jakarta,detiksatu.com || Dalam masyarakat majemuk seperti Madinah di masa Nabi Muhammad Saw interaksi antarumat beragama menjadi sebuah keniscayaan. Piagam Madinah menjadi bukti nyata upaya Rasulullah dalam mengatur kehidupan bersama antara Muslim dan non-Muslim tanpa menghilangkan identitas agama masing-masing.

Kisah kunjungan Nabi Saw kepada seorang anak Yahudi yang sakit sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari memberikan pelajaran berharga tentang hubungan harmonis antar pemeluk agama dan sekaligus menegaskan eksklusivitas Islam

Harmoni dalam Perbedaan Keyakinan

Kisah anak Yahudi yang berkhidmat kepada Nabi Muhammad Saw menunjukkan bahwa perbedaan keyakinan tidak menghalangi terjalinnya hubungan baik saling membantu dan kerja sama selama tidak berkaitan dengan akidah. Anak Yahudi ini bahkan biasa menyiapkan air wudhu dan menata sandal Nabi.

Rasulullah Saw sendiri tidak memiliki masalah pribadi dengan kaum Yahudi dan Nasrani di Madinah bahkan di akhir hayatnya tercatat masih memiliki hutang gadai dengan seorang Yahudi. Perilaku Nabi ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam QS. al-Mumtahanah: 8 yang menganjurkan berbuat baik dan adil kepada mereka yang tidak memerangi karena agama.

Teladan Kasih Sayang dan Hidayah Ilahi

Nabi Muhammad Saw menunjukkan teladannya sebagai sosok penuh kasih sayang dengan menjenguk anak Yahudi yang sakit segera setelah mendengar kabar tersebut. Beliau duduk di dekat kepala anak itu dan mengajaknya untuk bersyahadat yaitu mengucapkan dua kalimat syahadat sebagai tanda masuk Islam.

Meskipun sudah baligh anak tersebut sempat ragu dan menoleh ke ayahnya. Hidayah Allah akhirnya turun setelah sang ayah menasihatinya untuk mengikuti “Abu Qasim” sebutan untuk Nabi Muhammad Saw. Sang ayah yang mengetahui kebenaran risalah Nabi dari kitab Taurat tampaknya memahami betul bahwa Nabi akhir zaman telah tiba meskipun banyak kaum Yahudi di Madinah yang mengingkarinya setelah Nabi datang.

Eksklusivitas Islam dan Konsekuensi Akidah

Pelajaran terpenting dari kisah ini adalah ucapan Nabi Saw setelah anak tersebut bersyahadat “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari neraka”.

Pernyataan ini secara jelas menunjukkan bahwa jika anak tersebut tetap pada keyakinan Yahudinya setelah dakwah Islam sampai kepadanya ia akan masuk neraka. Ini menegaskan eksklusivitas Islam yaitu keyakinan bahwa kebenaran agama Islam adalah satu-satunya dan hanya pemeluknya yang dijamin keselamatannya di akhirat.

Eksklusivitas ini diperkuat oleh sabda Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Imam Muslim: “Demi Dzat (Allah) yang jiwaku ada dalam genggamanNya tidak seorangpun di kalangan umat (manusia) ini yang sudah mendengarku (dakwahku) baik Yahudi maupun Nasrani kemudian dia mati dalam keadaan tidak beriman dengan (dakwah) yang aku diutus untuknya maka dia termasuk penghuni neraka.”

Imam al-Nawawi menjelaskan bahwa hadis ini menunjukkan syariat agama-agama sebelum Islam terhapus dengan datangnya risalah Nabi Muhammad Saw sehingga tidak ada keselamatan bagi mereka yang tetap memegang teguh agamanya setelah dakwah Islam sampai kepada mereka.

Meskipun Islam bersifat eksklusif dalam hal kebenaran akidah ia tidak pernah memaksakan siapa pun untuk memeluknya. Beragama dalam Islam adalah pilihan yang didasari ketulusan dan keikhlasan bukan paksaan.

Namun, hal ini tidak berarti tugas dakwah (menyampaikan agama Islam) berhenti. Dakwah harus terus berjalan dengan cara damai, penuh hikmah, nasihat yang baik dan argumentasi yang logis sebagaimana digariskan dalam Al-Qur’an (QS. an-Nahl: 125) yang berisikan himbauan agar seorang muslim apabila ingin menyerukan suatu jalan yang benar maka hendakanya ia mengajarkanya demham hikmah dan pelajaran yang baik dan apabila hendak membantah mereka maka hendaknya membantahnya dengan hal baik pula.

Berangkat dari prinsip Al-Qur’an, “Tidak ada paksaan dalam (memeluk) agama karena sudah jelas yang benar dari yang sesat” (QS. al-Baqarah: 256) maka timbullah makna toleransi dalam Islam.

Toleransi dalam Islam berarti mengakui keberadaan agama lain namun tidak mengakui kebenarannya. Islam mengakui pluralitas (kemajemukan) dalam beragama tetapi menolak pluralisme agama yang menganggap semua agama benar.

Islam juga menolak inklusivisme agama yaitu paham yang meyakini adanya keselamatan bagi agama lain selain Islam karena agama yang benar di sisi Allah adalah Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw yang menyempurnakan agama nabi-nabi sebelumnya.[]

Sumber: nurul
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Eksklusivitas Islam: Harmoni, Hidayah dan Kebenaran Tunggal

Trending Now