KUPANG, DETIKSATU.COM || Ketidakpuasan terhadap kinerja penegakan hukum di Kabupaten Kupang kembali mencuat ke permukaan. Asten Bait, Ketua Umum Ikatan Kaum Intelektual Fatuleu (IKIF) dan putra daerah Kabupaten Kupang, secara terbuka menyuarakan tuntutan tegas kepada Kapolda Nusa Tenggara Timur agar segera mencopot Kapolres Kupang.
Pernyataan ini disampaikan menyusul berbagai kasus yang dinilai mandek di tangan aparat kepolisian setempat. Asten menilai bahwa Polres Kupang telah gagal menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebagai pelayan dan penegak hukum bagi masyarakat.
"Saya selaku Ketua IKIF dan juga anak daerah menyampaikan dengan tegas, Kapolda NTT harus segera mencopot Kapolres Kupang karena tidak melaksanakan tugasnya dengan benar," ujar Asten pada media , 20 Juni.
Penilaian keras ini bukan tanpa dasar. Dalam catatan IKIF, sejumlah kasus di Kabupaten Kupang menunjukkan kecenderungan lambannya proses hukum bahkan tanpa tindak lanjut yang jelas. Asten secara khusus menyinggung soal banyaknya perkara yang hanya diproses setelah tekanan publik melalui aksi massa.
"Penilaian kami, banyak kasus yang tidak dituntaskan oleh Polres Kupang. Proses penyelidikan bisa berlarut-larut hingga berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Banyak dari kasus-kasus ini hanya berjalan setelah kami turun ke jalan melakukan aksi demonstrasi," tegasnya.
Kondisi ini, menurutnya, telah merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian di tingkat lokal. Ia menilai kinerja buruk aparat bukan hanya mencerminkan kelalaian personal, melainkan masalah struktural yang lebih dalam.
"Ini jelas merugikan masyarakat Kabupaten Kupang. Jika aparat penegak hukum tidak bekerja dengan semestinya, maka publik kehilangan kepercayaan terhadap institusi kepolisian. Dengan berbagai temuan dan kasus yang kami kawal, saya menilai Kapolres Kupang tidak layak melanjutkan jabatannya dan harus diganti," lanjutnya.
Lebih lanjut, Asten menyoroti bahwa pola kerja di Polres Kupang tidak menunjukkan adanya sistem yang berjalan dengan baik. Ia menduga bahwa ada persoalan internal yang menyebabkan stagnasi dalam penanganan hukum.
"Jika banyak kasus yang mandek, itu menunjukkan bahwa sistem dan pola kerja Polres Kupang sedang tidak berjalan normal. Ini perlu dibenahi secara menyeluruh," katanya.
Salah satu contoh yang diangkat adalah kasus dugaan penganiayaan di Dusun 2, Desa Nonbaun, Kecamatan Fatuleu Tengah, yang dilaporkan sejak November 2024 namun hingga kini belum menunjukkan perkembangan berarti dari pihak Polres Kupang.
"Kasus dugaan penganiayaan tersebut sampai sekarang belum ada kejelasan dari Polres Kupang. Ini bukan satu-satunya, masih ada juga laporan dari masyarakat Kecamatan Takari terkait dugaan pemerasan dan kekerasan yang telah mandek selama empat tahun," ungkapnya.
Asten menilai bahwa pembiaran terhadap kasus-kasus semacam ini bukan hanya bentuk kelalaian, tapi juga ancaman nyata bagi rasa keadilan masyarakat kecil. Karena itu, pihaknya menyatakan akan mengambil langkah lanjutan dalam waktu dekat.
"Kami akan menyuarakan langsung ke Polda NTT. Proses hukum yang merugikan masyarakat kecil tidak boleh dibiarkan. Polres Kupang perlu dibenahi, dan jika perlu, dilakukan pergantian kepemimpinan agar institusi ini bisa kembali dipercaya oleh rakyat," tutupnya.
Catatan Redaksi:
Berita ini mencerminkan keresahan masyarakat sipil terhadap stagnasi proses hukum di tingkat lokal. Detiksatu.com akan terus mengikuti perkembangan kasus-kasus yang disebutkan dan membuka ruang klarifikasi dari pihak Polres Kupang.
Reporter: DJOHANES BENTAH